Friday, December 28, 2012

Fenomena Masalah Kehidupan


a. Macet

Seringkali kita menyalahkan pengendara sepeda motor sebagai biang kemacetan. Setelah saya telaah dan perhatikan ternyata pengendara sepeda motor hanyalah penlengkap stress kita saja. Ulah mereka sering membuat amarah kita meledak, taoi sebenarnya mereka bukan biang macet. Toh amarah kita menumpuk juga karena tekanan kerja di kantor dan macet yang luar biasa.

Menurut saya penyebab utama kemacetan di Jakarta terjadi karena banyak hal, antara lain :

1. Tidak adanya pelebaran jalan. Sedangkan jumlah kendaraan bermotor terus bertambah dari tahun ke tahun. Sebagian pajak kendaraan seharusnya disisihkan untuk biaya pelebaran atau pembuatan jalan baru.

2. Kemakmuran yang membuat semua orang mampu beli kendaraan, ditunjang pula oleh sistem perkreditan. Juga kota Jakarta sebagai tujuan migrasi membuat padat kota ini.

3. Putaran Arah (U-Turn). Ini tidak di-design dengan baik. Hampir pada setiap u-turn terjadi kemacetan. Bagian tata kota khususnya lalu lintas tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Banyak kasus kendaraan melakukan u-turn sampai 2 atau 3 jalur sedangkan lebar jalan hanya 4 jalur.

4. Perilaku kendaraan umum menaikkan dan menurunkan di sembarang tempat. Sering kali juga menaikkan atau menurunkan penumpang di tengah2 jalan karena sopirnya malas menepi!

5. Adanya kendaraan dengan ukuran sedang seperti Bajaj! Jika sedang dalam kemacetan, seringkali Bajaj menyelinap di antara 2 mobil. ni menghambat arus jalan yang sebenarnya bisa digunakan oleh pengendara sepeda motor. Sopir Bajaj merasa muat kali untuk masuk di celah2 kemacetan dan akhirnya malah memperparah kemacetan itu sendiri. Bayangkan kemacetan mobil itu adalah tubuh kita dan celah2 kemacetan itu arus darah tubuh kita. Dan Bajaj itu adalah gumpalan minyaknya yang menghambat arus darah.

6. Hujan, cukup setengah jam saja bisa membuat Jakarta macet total. Lagi - lagi sistem tata kota yang kurang apik. Alasan lainnya semua memilih naik mobil sendiri dan pada akhirnya mempersempit jalan sehingga membuat kemacetan yang panjang.

7. Kesalahan teknis seperti lampu lalu lintas yang mati. Ataupun ada kendaraan yang mogok di tepi atau tengah jalan.

8. Persimpangan tanpa lampu lalu lintas

9. Rendahnya disiplin kita semua. Baik pemilik mobil, motor, sopir kendaraan umum, penumpang kendaraan umum, pengguna jalan, pedagang kaki lima. Semua turut mempunyai andil dalam kemacetan di Jakarta.

Kesimpulannya? Pemerintahlah yang harus bertanggung jawab terhadap masalah kemacetan. Jakarta tidak boleh dilarang untuk didatangi para pendatang. Lebih baik lagi jika para pendatang dari luar negeri. Seperti kota New York dan lainnya. Kuncinya adalah tata kota yang baik dan pelebaran jalan.

Kita semua tentu mempunyai hak yang sama untuk memiliki kendaraan bermotor. Jangan dibatasi. Kenapa tidak jalannya saja yang diperlebar? Atau kerjakan sistem angkutan masal yang baik dan benar. Busway saja setengah - setengah. Monorail apalagi wacana saja, tanpa tindakan kelanjutan.

Apa perlu kita semua dilarang punya mobil? Dan naik motor saja? Biar jalannya jadi lebar. Kalau begini bukannya malah pengguna mobil yang membuat macet karena mobil memakan ruang yang lebih luas dari motor tapi kadang isinya hanya 1 orang saja.

b. Banjir

Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo memiliki cara jitu mengusir banjir dari Ibu Kota.
Jokowi memiliki rencana jangka pendek mengatasi banjir di beberapa titik Jakarta, yakni dengan membangun 'deep Tunnel', atau 'Smart Tunnel'.


"Atau terowongan atau waduk air bawah tanah. Terowongan (panjangnya) 16 meter," kata Jokowi usai mengecek gorong-gorong di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Rabu (26/12).
Untuk menyukseskan program tersebut, ia mengintruksikan anak buahnya turun ke lapangan.

“Kepala dinas cek. Sudin saya suruh cek. Walikota saya suruh cek. Semuanya harus cek. Ke lapangan semuanya. Harus turun,” kata dia. 

Menurut mantan Walikota Solo itu, gorong-gorong di Jakarta tak mampu menampung kapasitas air saat hujan deras. Pasalnya, saat ini sudah banyak daerah resapan air musnah berganti gedung-gedung beton. Artinya, Jakarta minim resapan air, yang membuat semua air hujan masuk ke drainase

Sumber/referensi : REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA dan  http://www.dakiunta.com

No comments:

Post a Comment